Jangan Menangis Lagi Bu, Aku Mohon..
Ramadhan kali ini, aku merasa ini adalah ramadhan yang berbeda dari ramadhan sebelumnya, hanya aku dan orang tuaku yang kini menempati rumah tua pelindung jiwa yang berdinding cat usang, dan bertembok retak. Aku tinggal dengan ditemani kebahagiaan. Bagiku rumahku adalah tempat ternyaman yang pernah aku tinggali seburuk apapun rumahku, serusak apapun rumahku, sekacau apapun rumahku inilah surga bagiku.
Aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara namaku lisna , usiaku kini 19 tahun, dan aku adalah salah satu mahasiswi di universitas swasta. Aku termasuk sosok seorang introvert yang cenderung pendiam dan tertutup .Aku hanya mempunyai dua orang kaka yang sudah tidak tinggal bersama dan tentunya mereka mempunyai kehidupannya masing-masing. Ramadhan kali ini aku sangat merasa kesepian tak ada senyum, tak ada canda hanya mengunci bibir dan berdiam. Sesosok kaka perempuan yang selalu menghiburku yang selalu memberi candaan segar kini telah pergi jauh terpisah oleh hamparan biru nan jauh di pulau Sumatra sana. Orang tuaku jarang mengajakku bicara, apalagi bercanda. Sekalipun mereka bicara hanya kata “ Tolong dong beliin ini atau itu,” yang keluar dari mulut mereka.Yah begitulah orang tuaku .Sekalipun orang tuaku begitu, rasa sayangku pada mereka takkan pernah hilang ataupun melemah.
Suatu hari tepat dipertengahan ramadhan aku melihat ibuku menangis, aku melihat tetesan air mata yang terus menerus jatuh dari kelopak matanya,belum pernah aku melihat ibu seperti ini. Sosok tegar ibuku seolah telah hilang. Akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya pada ibuku
“ Ibu kenapa? Lisna salah ya sama ibu?”, ucapku.
“ Nggak nak, ini semua bukan kesalahan kamu”jawab ibuku sembari mengusap air matanya.Dan tiba-tiba aku mendengar suara gaduh diluar sana..
“Brakk..”terdengar suara pintu yang dibanting dengan keras..
“Heh kamu sebagai suami itu mikir, mau lebaran nggak punya duit suami macam apa,”maki kaka iparku pada suaminya yang tak lain adalah kaka kandungku sendiri. Ibuku semakin larut dalam tangisannya dan tak mampu mengucap sepatah katapun hanya tetesan air mata yang menjadi saksi ketidakberdayaan ibuku.
“Bu, lihat menantu macam apa dia, kurang, kurang dan kurang terus,”ucap kakaku dengan mata yang memerah menahan amarah yang begitu besar. Ibuku lagi-lagi hanya diam mengunci bibir, dan hanya membiarkan air matanya yang berbicara.
“kamu yang suami macam apa ,masa sehari Cuma 50.000 cukup buat apa?Aku kira keluarga ini kaya eh ternyata kere juga.. nyesel bu, aku nikah sama anak kamu yang nggak ada duitnya,”ucap kaka iparku.Aku hanya mampu berdiam mematung mendengar ucapan kaka iparku yang tak pantas untuk di ucapkan di depan ibuku.Mungkin inilah penyebab ibu menangis gumamku dalam hati.
“Teh,jaga dong ucapannya nggak lihat ibu lagi nangis? 50.000 itu cukup buat sehari, mau makan daging sapi tiap hari apa?atau mau makan baju tiap hari?harusnya teteh bersyukur , itu lebih dari cukup . inget teh sekarang bulan ramadhan bulan yang penuh berkah dan ampunan. Dan satu lagi ..Inget durhaka pada suami itu adalah dosa besar, karena ridho suami adalah ridho Allah juga,”Ucapku ..
“ Tahu apa kamu anak kecil? Ibu, pokoknya aku ingin cerai secepat mungkin, aku udah nggak tahan,”ucap kaka iparku sembari pergi meninggalkan ibuku yang terus menangis. Dan kakaku yang dari tadi diam seribu bahasa kini pergi meninggalkan ibu tanpa menenangkannya. Aku sedih melihat ibuku seperti ini yang terus menerus menangis , tidak makan, tidak minum, hanya menangis dan menangis. aku berusaha membujuknya,menghiburnya, tapi hasilnya nihil. Hanya tangisan dan tangisan yang ibu tunjukkan padaku, ayahkupun sudah tak mampu lagi membujuk ibuku yang terus menerus menangis.
“Lis, ibu salah apa? Kenapa Allah terus menguji ibu? Begitu banyakkah dosa ibu?ucap ibuku sembari menangis.
“ Ibu jangan nagis terus dong ,kan masih ada lisna yang selalu menjaga ibu,”Ucapku tulus penuh senyuman.
“Lis, biarkan ibu sendiri yah..,”Ucap ibuku. Yah semuanya sia-sia gumamku dalam hati.
Semenjak kejadian itu aku terus berpikir aku anak yang tidak berguna , aku tidak bisa membuat ibuku bahagia karenaku, aku tidak bisa menjadi sosok anak yang berharga di matanya. Setiap hari aku berusaha dan terus berusaha memmbuat ibu untuk tersenyum kembali. Tapi tetap hasilnya nihil. Beberapa hari kemudian akupun jatuh sakit nafasku sesak, seolah tak mampu lagi bicara walaupun hanya sepatah kata , jantungku terasa sangat sakit untuk berdetak, punggungku terasa sangat sakit seolah pisau menancap, Ya Allah aku sakit apa? Gumamku dalam hati . Aku tak berani untuk mengatakan itu semua pada ibu, diam menjadi pilihan pada saat itu.
Haripun berganti dan ibu masih seperti itu, ibu masih menangis, ibu masih terdiam. Dan hari itu kondisiku memburuk aku tak sadarkan diri di depan ibuku, aku tidak ingat apa-apa lagi kecuali wajah ibuku yang terakhir aku lihat. Ketika aku terbangun aku melihat ibu menangis lagi,menangis ,menangis dan terus menangis. aku sungguh benci kata itu.
“Nak, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sedang sakit?,”ucap ibuku memandang wajahku yang tengah terbaring lemas. Pada saat itu aku hanya terdiam karena nafasku benar-benar terasa sangat sesak.
”Nak kita ke dokter yah, biar cepat sembuh,”ucap ibuku.
Akhirnya aku dan ibuku pergi ke dokter umum terdekat, aku ditanyai berbagai macam pertanyaan yang membuatku cukup susah payah menjawabnya sesak nafasku tidak kunjung membaik pada saat itu.Dan dokter menyuruhku pergi ke dokter penyakit dalam yang cukup jauh dari rumahku, dan alhamdulilah sampai saat itu aku masih kuat untuk berpuasa Allah telah memberi kekuatan yang luar biasa pada hambaNya. Keesokan harinya aku pergi ke dokter tersebut ditemani ibuku , aku melakukan beberapa tes yang membuatku terasa sangat lelah, dan hampir tak sadarkan diri.
“Dok, sebenarnya saya sakit apa?,” tanyaku penuh dengan rasa ingin tahu.
“iya dok anak saya sakit apa?,”tanya ibuku dengan raut wajah yang sangat tegang.
“Anak ibu terkena penyakit lemah jantung,”ucap dokter tersebut . Mendengar pernyataan itu sontak akupun tak sadarkan diri, aku tak tahu apa yang terjadi disana, aku tak ingat apa-apa, yang aku ingat ibuku menangis. Ya, ibuku masih menangis...
Pagi itu aku terbangun dari tidur yang cukup panjang, aku melihat ada selang infus yang menempel di lenganku,dan selang oksigen terpasang dihidungku. Disana aku melihat ibuku menangis, masih tetap menangis seperti dulu.. “ibu, jangan menangis lagi ,aku sakit melihat ibu menangis,”ucapku lirih..
“Alhamdulilah kamu sadar nak,iya sayang ibu nggak akan nangis lagi,asalkan kamu sehat..”ucap ibuku sembari mengusap kepalaku dan tersenyum. Ibuku tersenyum?akhirnya setelah beberapa hari aku bisa melihat senyum ibuku, senyum yang aku rindu, senyum yang aku tunggu, senyum tulusmu telah kembali,ibu aku mencintaimu, . Alhamdulilah ya Allah dibalik musibah ini, aku menemukan senyum ibuku kembali, setelah sekian lama aku menunggunya ,senyummu senyumku ibu. Jangan menangis lagi bu, aku mohon..
Ibu kau mencintaiku seperti bulan yang tak pernah lelah menyinari gelapnya sang langit malam..
Ibu kau mencintaiku seperti embun dipagi hari yang selalu memberi kesejukan..
Ibu kau mencintaiku seperti udara yang takkan pernah habis sampai kelak nyawamu terpisah pada raga..
Ibu aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku sendiri,,,
Ibu aku mencintaimu karena Allah...^_^
Ditunggu kritik dan sarannya :)